Memasuki tahun astronomi 2009, masyarakat Indonesia disuguhi fenomena langka berupa gerhana matahari cincin. Setelah sembilan tahun lalu, fenomena itu muncul lagi pada 26 Januari 2009. Indonesia adalah satu-satunya wilayah daratan yang dapat mengamati peristiwa alam ini.
Gerhana matahari cincin (GMC) terjadi karena piringan bulan tidak menutup sepenuhnya piringan matahari, hanya sekitar 92 persen. Karena itu, saat puncak gerhana, matahari terlihat seperti cincin yang memancarkan sinar di langit. Bagian tengah matahari tertutup bulan sehingga tampak gelap.
Penampakan seperti cincin bersinar inilah yang membedakan GMC dengan gerhana matahari total (GMT). Saat puncak GMT, seluruh piringan matahari tertutupi secara sempurna oleh piringan bulan. Akibatnya, suasana terang akan berubah gelap untuk beberapa saat.
Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki waktu puncak GMC paling lama adalah Pringsewu, Lampung, dengan lama fase cincin 6 menit 12 detik. Di Pringsewu, gerhana dimulai pukul 13.19 WIB hingga pukul 17.52. Puncak gerhana terjadi pukul 16.41.
Wilayah di muka bumi yang dapat mengamati GMC ini adalah daerah yang dilewati antumbra atau perpanjangan bayangan inti bulan. Pada gerhana kali ini, beberapa kota di Indonesia yang dapat menyaksikan GMC adalah Tanjung Karang (Lampung), Serang (Banten), Tanjung Pandan (Belitung), Ketapang (Kalbar), Puruk Cahu (Kalteng), dan Samarinda (Kaltim).
Proses gerhana
Gerhana matahari merupakan peristiwa jatuhnya bayang- bayang bulan ke permukaan bumi akibat terhalangnya sinar matahari menuju bumi oleh bulan. Kondisi ini terjadi jika matahari-bulan-bumi berada dalam satu garis lurus serta bulan terletak di sekitar titik potong (titik noda) antara bidang edar bulan mengelilingi bumi dan bidang edar bumi mengelilingi matahari.
Penampakan gerhana yang berubah-ubah antara GMC atau GMT terjadi akibat perubahan ukuran piringan bulan dan matahari dari bumi. Perubahan ukuran piringan bulan dan matahari itu terjadi akibat lintasan bumi mengelilingi matahari dan lintasan bulan mengelilingi bumi yang sama-sama berbentuk elips. Lintasan elips pulalah yang membuat jarak matahari-bumi dan jarak bulan-bumi berubah secara periodik.
Pada saat jarak matahari-bumi (aphelion) mencapai maksimum sebesar 152,1 juta kilometer, radius piringan matahari berukuran 944 detik busur (1 detik busur = 1/3.600 derajat). Adapun pada jarak terdekat bumi-matahari (perihelion) sebesar 147,1 juta km, radius piringan matahari mencapai 976 detik busur.
Sementara itu, jarak bulan- bumi pada titik terjauhnya (apogee) pada jarak 405.500 km memiliki radius piringan bulan sebesar 882 detik busur. Adapun pada titik terdekatnya antara bulan-bumi sebesar 363.300 km, radius piringan bulan mencapai 1.006 detik busur.
Bayang-bayang bulan yang jatuh ke permukaan bumi memiliki dua bagian, yaitu bayangan inti (umbra) dan bayangan tambahan (penumbra). Penduduk bumi yang dilintasi wilayah umbra tidak akan melihat matahari karena seluruh sumber cahayanya ditutupi bulan. Adapun jika berada di daerah yang dilalui penumbra, mereka masih dapat melihat sebagian sinar matahari.
Dalam GMC, ujung umbra atau bayang-bayang bulan tidak mencapai permukaan bumi. Hanya perpanjangan umbra (antumbra atau antiumbra) saja yang sampai ke bumi. Daerah yang dilalui antumbra itulah yang akan melihat matahari seperti cincin bercahaya di langit.
Lintasan gerhana
Jalur lintasan GMC kali ini bermula di Samudra Atlantik di sebelah barat daya Afrika pada pukul 06.06 UT (universal time) atau 13.06 WIB. Selanjutnya, GMC akan terlihat menelusuri bagian selatan Samudra Hindia, daratan Sumatera bagian selatan, Jawa bagian barat laut, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan Tengah bagian utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah bagian utara, dan berakhir di Perairan Mindanao, Filipina, pada pukul 16.52.
Jalur gerhana ini terentang sepanjang 14.500 km. Waktu total gerhana yaitu sejak bayang-bayang penumbra bulan mencapai permukaan bumi hingga bayang-bayang penumbra meninggalkan permukaan bumi, 3 jam 46 menit.
Lama puncak GMC atau saat cincin matahari terlihat sempurna hanya 7 menit 54 detik yang terjadi pada pukul 14.58. Kondisi ini hanya dapat diamati di Samudra Hindia di barat daya Sumatera.
Lebar jalur bayang-bayang antumbra bulan pada saat puncak gerhana adalah 280,3 km atau sekitar 0,9 persen permukaan bumi. Inilah yang membuat tidak semua daerah dapat menyaksikan GMC. Bahkan, lama fase cincin di setiap daerah yang dilewati antumbra juga berbeda-beda.
Daerah yang hanya dilalui penumbra atau bayangan tambahan bulan akan menyaksikan gerhana matahari sebagian (GMS). Hampir seluruh wilayah Indonesia dapat menyaksikan gerhana model ini, kecuali Papua akibat saat gerhana berlangsung, matahari sudah tenggelam.
GMS juga dapat diamati di sejumlah negara, seperti negara-negara di bagian selatan Afrika, Madagaskar, India bagian tenggara, Australia kecuali Tasmania, serta negara-negara Asia Tenggara.
Wilayah di Indonesia bagian tengah dan timur dipastikan tidak akan bisa mengamati GMC kali ini secara penuh. Awal gerhana yang terjadi menjelang senja membuat beberapa daerah tidak bisa menikmati puncak gerhana, bahkan akhir gerhana. Namun uniknya, mengamati gerhana pada waktu senja tentu mengasyikkan.
Tujuh tahun lagi
Meskipun gerhana matahari selalu terjadi setiap tahun di bumi, panjangnya jeda waktu antara gerhana yang satu dan berikutnya membuat GMC kali ini terasa unik sehingga sayang untuk dilewatkan. Pada GMT 22 Juli 2009, Indonesia, khususnya di bagian utara, hanya akan dapat mengamati fase GMS. Demikian pula pada GMC 15 Januari 2010, wilayah Indonesia bagian barat juga hanya akan dilewati fase GMS.
Wilayah Indonesia baru akan dapat mengamati GMT pada 9 Maret 2016 yang terjadi di sekitar Palembang, Bangka, Sulteng, dan Halmahera. Jadi, masyarakat Indonesia baru akan melihat gerhana matahari secara penuh pada tujuh tahun lagi.
Cara aman mengamati
Satu hal yang harus diperhatikan saat mengamati matahari, baik ketika gerhana maupun tidak gerhana, yaitu jangan melihat matahari secara langsung. Aturan ini berlaku baik ketika mengamati matahari dengan mata telanjang maupun menggunakan alat optik, seperti teleskop atau binokuler.
Untuk melihat matahari harus menggunakan alat penapis cahaya yang mampu mengurangi intensitas sinar matahari yang kuat agar tidak merusak retina mata. Sinar matahari dapat menimbulkan kebutaan temporer hingga permanen.
Namun, kebutaan yang terjadi tidak seketika setelah melihat matahari, tetapi perlahan-lahan yang ditandai dengan berkurangnya ketajaman pandangan.
Cara paling mudah dan praktis mengamati matahari adalah dengan menggunakan kacamata yang didesain khusus dan dilengkapi filter yang mampu mengurangi intensitas sinar matahari. Kacamata model ini banyak dijual di toko peralatan astronomi maupun di internet.
Namun, penggunaan kacamata ini harus memerhatikan kualitas filter yang digunakan. Filter yang berkualitas rendah membuat pengamatan matahari hanya dapat dilakukan beberapa detik yang harus diselingi jeda untuk mengistirahatkan mata selama beberapa menit. Untuk itu, perlu ditanyakan kepada penjual kacamata gerhana ini kualitas filter dan durasi aman mengamati matahari.
Jangan melihat matahari dengan menggunakan kacamata hitam biasa. Kacamata hitam umumnya didesain hanya untuk mengurangi silau, bukan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang kuat.
Bagi yang ingin mengamati matahari dengan teleskop atau binokuler, jangan lupa untuk melapisi lensa yang langsung menghadap ke matahari dengan filter matahari. Filter ini juga tersedia di sejumlah toko peralatan astronomi.
Jika tidak, pengguna teleskop atau binokuler dapat mengamati citra gerhana dengan melihat proyeksinya. Cara ini dilakukan dengan mengarahkan lensa obyektif teleskop ke matahari dan mengarahkan bayangan yang muncul dari lensa okulernya pada sebuah kertas. Citra gerhana pada kertas itulah yang diamati, bukan melihat matahari melalui lensa okuler teleskop.
Cara lain yang agak sedikit membutuhkan usaha adalah dengan membuat kamera lubang jarum atau pinhole. Kamera dapat dibuat dengan menggunakan kardus yang diberi lubang yang dilapisi kertas aluminium untuk mengarahkan sinar matahari. Pada bagian yang berseberangan dengan sisi kardus yang dilubangi, tempatkan kertas putih untuk memproyeksikan sinar matahari. Citra pada kertas itu yang dapat diamati.
Setelah peralatan untuk mengamati matahari siap, langkah selanjutnya adalah memilih lokasi pengamatan. Pilih lokasi yang memiliki horizon yang luas. Puncak gedung tinggi, gunung, dan pantai merupakan salah satu pilihan terbaik.
Namun karena gerhana terjadi sore hari, bahkan di beberapa daerah di Indonesia terjadi menjelang senja, harus dipilih lokasi yang memiliki pandangan bebas ke arah barat. Hindari adanya gedung, pohon, atau obyek lain yang menghalangi pandangan ke arah matahari.
Kendala utama saat mengamati matahari adalah cuaca. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia sedang memasuki puncak musim hujan hingga Februari nanti. Karena itu, awan tipis, apalagi mendung, menjadi ancaman utama dalam menikmati fenomena alam ini.
Sumber : http://teknologitinggi.wordpress.com/2009/01/25/menikmati-gerhana-matahari-cincin-dan-cara-melihat-gerhana-matahari/
Jumat, 15 Januari 2010
Menikmati Gerhana Matahari Cincin dan Cara Melihat Gerhana Matahari
Kelainan Mata Akibat Diabetes Mellitus
* Oleh dr Swasty SpM
DIABETES mellitus (DM) yang dikenal awam sebagai kencing manis, adalah kelainan metabolik. Indikasinya kadar glukosa
darah meningkat (hiperglikemia).
Penderita DM mudah haus, mudah lapar, sering makan, dan sering buang air kecil.
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor utama penyebab kematian, dan penurunan kualitas hidup yang pada akhirnya memengaruhi status ekonomi seseorang di seluruh dunia.
Terdapat dua tipe DM, yaitu DM tipe I dan DM tipe II. Diabetes mellitus tipe I umumnya terjadi pada usia kurang dari 40 tahun, sedangkan tipe II pada usia 40 tahun atau lebih.
Pada DM tipe I gejalanya jelas dan penderita tampak sakit sehingga segera memeriksakan diri dan penyakit cepat diketahui, tetapi pada tipe II gejala tidak jelas yang menyebabkan penderita tidak menyadari bahwa sebenarnya ia mengidap diabetes melitus.
Keadaan ini menyebabkan penderita memeriksakan diri dalam keadaan terlambat dan telah terjadi komplikasi pada organ tubuh. Komplikasi terjadi pada berbagai organ tubuh terutama mata, jantung, dan ginjal.
Komplikasi DM pada mata dapat berupa kelainan anatomis hingga kelainan fungsi, diantaranya gangguan refraksi, kekeruhan lensa (katarak), glaukoma dan kelainan pada retina (retinopati diabetika).
Dapat pula terjadi gangguan persarafan kelenjar air mata dan otot penggerak mata yang akan menyebabkan gangguan produksi air mata dan gerakan mata. Kepustakaan menyebutkan bahwa diabetes merupakan salah satu penyebab utama kelainan mata dan kebutaan di seluruh dunia
Gangguan Refraksi Pada diabetes mellitus terjadi peningkatan kadar glukosa lensa mata. Kadar glukosa yang berlebih pada lensa menyebabkan daya serap terhadap cairan sekitar meningkat, sehingga bentuk lensa menjadi lebih cembung dan terjadi miopisasi.
Pada miopisasi, mata yang semula tak berkacamata menjadi berukuran minus, yang semula berukuran plus menyebabkan ukuran berkurang.
Sebaliknya bila kadar gula terlalu rendah maka lensa akan menjadi lebih pipih karena cairan dalam lensa keluar dan menyebabkan hipermetropisasi.
Pada hipermetropisasi mata yang semula tidak berkacamata plus akan membutuhkan kacamata berukuran plus agar menjadi lebih jelas atau pada yang semula berkacamata minus akan berkurang minusnya.
Selain terjadi miopisasi atau hipermetropisasi mata dapat mengalami rabun dekat sebelum waktunya. Pada orang normal memerlukan kacamata baca pada usia 40 tahun.
Sedangkan pada penderita akan kesulitan membaca atau melihat dekat meski usia belum mencapai 40 tahun.
Bila ada penderita berusia kurang dari 40 tahun telah memerlukan kaca mata baca, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar gula lebih dulu sebelum memberikan resep kaca mata.
Keadaan ini bersifat sementara dan berubah-ubah seiring perubahan kadar glukosa, sehingga penderita akan sering merasa kabur dan berganti ukuran kacamata.
Katarak Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Beragam mekanisme dapat menyebabkan terbentuknya katarak yang pada prinsipnya terjadi karena ketidakseimbangan metabolisme lensa.
Pada penderita diabetes mellitus katarak lebih cepat terbentuk.
Hal ini disebabkan karena seiring dengan meningkatnya kadar glukosa darah maka terjadi pula peningkatan glukosa pada akuos humor, cairan yang mengisi ruangan di depan lensa mata. Glukosa yang berlebihan akan berdifusi masuk ke dalam lensa, dan terjadilah peningkatan kadar glukosa dalam lensa mata.
Sebagian dari glukosa tersebut diubah oleh enzim aldosa reduktase menjadi sorbitol. Sorbitol tidak dapat berdifusi keluar dari lensa sehingga terakumulasi di dalam lensa, menyebabkan kekeruhan di dalam lensa dan terbentuklah katarak.
Sedangkan glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan kelainan saraf penglihatan yang diakibatkan meningkatnya tekanan dalam bola mata.
Di dalam bola mata terdapat cairan mata yang bening yang disebut sebagai akuos humor. Pada keadaan normal akuos humor (humor aqueous) ini diproduksi dan dikeluarkan secara seimbang.
Akuos humor diproduksi oleh badan siliar (ciliary body) yang selanjutnya akan mengalir dari bilik mata belakang (posterior chamber) kemudian melalui pupil masuk ke bilik mata depan dan selanjutnya menuju ke sudut iridokornealis (sudut antara iris dan kornea) masuk ke trabecular meshwork dan dikeluarkan melalui suatu saluran, yang disebut Canalis Schlemm.
Apabila terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan pengeluaran akuos humor maka tekanan bola mata akan meningkat. Peningkatan tekanan bola mata akan merusak saraf penglihatan.
Apabila lensa semakin cembung maka lensa akan mendorong iris ke arah depan, yang mempersempit celah antara lensa dan iris.
Selain itu juga mempersempit bahkan menutup sudut iridokornealis sehingga aliran akuos humor semakin tidak lancar.
Mekanisme lain, karena terbentuknya pembuluh darah baru pada iris sebagai akibat perluasan pembuluh darah baru dari retina ke arah anterior.
Pembuluh darah baru pada iris ini dapat mempersempit sudut tempat keluarnya akuos humor, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan dalam bola mata dan terjadilah glaukoma.
Retinopati Mata, organ dengan banyak pembuluh darah mikro yang dapat dilihat langsung lewat pupil melalui pemeriksaan funduskopi yaitu dengan melihat pembuluh darah yang terdapat pada permukaan retina.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa kelainan pembuluh darah pada retina mata dapat menjadi petunjuk mengenai perubahan patologis pembuluh darah yang terjadi di dalam tubuh, termasuk diantaranya adalah komplikasi pada pembuluh darah akibat DM yang disebut sebagai retinopati diabetika.
Retinopati diabetika merupakan komplikasi kronis pada mata penderita DM dan merupakan komplikasi utama yang mengancam mata, karena menyebabkan kebutaan permanen.
Dari berbagai penelitian dikatakan bahwa sebanyak 80% akan mengalami retinopati diabetika setelah lebih kurang 15-20 tahun mengidap diabetes mellitus.
Penelitian oleh ”Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy” (WESDR) menunjukkan ancaman kebutaan meningkat seiring dengan tingkat keparahan retinopati diabetika.
Pada penderita DM yang terdiagnosa sebelum usia 30 tahun, 3%-nya akan mengalami kebutaan dalam tempo 15ñ19 tahun kemudian.
Sedangkan pada penderita DM berusia di atas 65 tahun, 14% (pada laki-laki) dan sebanyak 20% (pada wanita) akan mengalami kebutaan.
Retinopati diabetika dibedakan menjadi non proliferatif dan proliferatif.
Hiperglikemi yang terjadi pada DM lambat laun akan menyebabkan gangguan pada dinding pembuluh darah, baik makro ataupun mikro, termasuk pembuluh darah pada retina mata. Kerusakan pembuluh darah ini disebabkan karena berbagai proses biokimia yang rumit.
Akumulasi sorbitol yang berlebihan menyebabkan sel perisit pada kapiler melemah menyebabkan terbentuknya mikroaneurisma, yaitu suatu penonjolan dinding kapiler ke arah luar.
Mikroaneurisma inilah tanda awal dari retinopati diabetika. Pembuluh darah vena akan menjadi lebih berkelok dan lebar diameternya.
Lebih lanjut mikroaneurisma akan memicu peningkatan permeabilitas pembuluh darah, keluarlah komponen darah dan lemak menyebabkan pembengkakan (edema) pada lapisan retina.
Apabila mikroaneurisma ruptur (pecah) akan menyebabkan perdarahan pada retina. Gambaran retina seperti tersebut di atas disebut sebagai retinopati diabetika non proliferatif.
Mikroaneurisma dan pembuluh darah yang melebar serta berkelok-kelok ini semakin mengganggu suplai nutrisi dan oksigen pada jaringan retina.
Apabila keadaan ini terus berlanjut maka retina menjadi semakin kekurangan oksigen (hipoksia). Keadaan hipoksia memicu terbentuknya vascular endothelial growth factor (VEGF), yang selanjutnya akan memicu munculnya pembuluh darah baru.
Lapisan dinding pembuluh darah baru tidak sempurna seperti pembuluh darah normal sehingga lebih rapuh dan lebih mudah terjadi perdarahan.
Retinopati diabetika yang telah terbentuk pembuluh darah baru disebut sebagai retinopati diabetika proliferatif, yang sangat potensial menyebabkan kebutaan permanen.
Bila penyakit terus berkembang pembuluh darah baru dapat meluas dan seiring dengan itu muncul jaringan ikat abnormal pada retina yang salah satu atau keduanya akan menyebabkan komplikasi lebih lanjut seperti lepasnya lapisan retina dari dasarnya (ablasio retina) atau glaukoma neovaskular.
Diabetes mellitus merupakan suatu problem kesehatan masyarakat yang dapat dicegah atau dihambat timbulnya. Komplikasi karena DM, termasuk dalam hal ini adalah menurunnya fungsi penglihatan bahkan kebutaan; menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang, ketergantungan sosial dan ekonomi.
Disamping pemeriksaan kesehatan berkala yang tertib dan teratur, sangat diperlukan upaya dari penderita, keluarga dan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya masing-masing dengan menghindari setidaknya meminimalkan faktor risiko DM dengan menerapkan pola hidup sehat.
Penelitian menunjukkan bahwa obesitas, merokok, kurang aktivitas fisik/olah raga serta pola makan seperti di negara barat (contoh: banyak daging merah, kentang goreng, produk susu berlemak tinggi, padi-padian yang diproses terlalu bersih) merupakan faktor risiko terjadinya DM.(13)
dr Swasty SpM, Dosen Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus)