Jumat, 15 Januari 2010

Kelainan Mata Akibat Diabetes Mellitus

.

* Oleh dr Swasty SpM

DIABETES mellitus (DM) yang dikenal awam sebagai kencing manis, adalah kelainan metabolik. Indikasinya kadar glukosa
darah meningkat (hiperglikemia).

Penderita DM mudah haus, mudah lapar, sering makan, dan sering buang air kecil.

Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor utama penyebab kematian, dan penurunan kualitas hidup yang pada akhirnya memengaruhi status ekonomi seseorang di seluruh dunia.

Terdapat dua tipe DM, yaitu DM tipe I dan DM tipe II. Diabetes mellitus tipe I umumnya terjadi pada usia kurang dari 40 tahun, sedangkan tipe II pada usia 40 tahun atau lebih.

Pada DM tipe I gejalanya jelas dan penderita tampak sakit sehingga segera memeriksakan diri dan penyakit cepat diketahui, tetapi pada tipe II gejala tidak jelas yang menyebabkan penderita tidak menyadari bahwa sebenarnya ia mengidap diabetes melitus.

Keadaan ini menyebabkan penderita memeriksakan diri dalam keadaan terlambat dan telah terjadi komplikasi pada organ tubuh. Komplikasi terjadi pada berbagai organ tubuh terutama mata, jantung, dan ginjal.

Komplikasi DM pada mata dapat berupa kelainan anatomis hingga kelainan fungsi, diantaranya gangguan refraksi, kekeruhan lensa (katarak), glaukoma dan kelainan pada retina (retinopati diabetika).

Dapat pula terjadi gangguan persarafan kelenjar air mata dan otot penggerak mata yang akan menyebabkan gangguan produksi air mata dan gerakan mata. Kepustakaan menyebutkan bahwa diabetes merupakan salah satu penyebab utama kelainan mata dan kebutaan di seluruh dunia
Gangguan Refraksi Pada diabetes mellitus terjadi peningkatan kadar glukosa lensa mata. Kadar glukosa yang berlebih pada lensa menyebabkan daya serap terhadap cairan sekitar meningkat, sehingga bentuk lensa menjadi lebih cembung dan terjadi miopisasi.

Pada miopisasi, mata yang semula tak berkacamata menjadi berukuran minus, yang semula berukuran plus menyebabkan ukuran berkurang.

Sebaliknya bila kadar gula terlalu rendah maka lensa akan menjadi lebih pipih karena cairan dalam lensa keluar dan menyebabkan hipermetropisasi.

Pada hipermetropisasi mata yang semula tidak berkacamata plus akan membutuhkan kacamata berukuran plus agar menjadi lebih jelas atau pada yang semula berkacamata minus akan berkurang minusnya.

Selain terjadi miopisasi atau hipermetropisasi mata dapat mengalami rabun dekat sebelum waktunya. Pada orang normal memerlukan kacamata baca pada usia 40 tahun.

Sedangkan pada penderita akan kesulitan membaca atau melihat dekat meski usia belum mencapai 40 tahun.

Bila ada penderita berusia kurang dari 40 tahun telah memerlukan kaca mata baca, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar gula lebih dulu sebelum memberikan resep kaca mata.

Keadaan ini bersifat sementara dan berubah-ubah seiring perubahan kadar glukosa, sehingga penderita akan sering merasa kabur dan berganti ukuran kacamata.
Katarak Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Beragam mekanisme dapat menyebabkan terbentuknya katarak yang pada prinsipnya terjadi karena ketidakseimbangan metabolisme lensa.

Pada penderita diabetes mellitus katarak lebih cepat terbentuk.

Hal ini disebabkan karena seiring dengan meningkatnya kadar glukosa darah maka terjadi pula peningkatan glukosa pada akuos humor, cairan yang mengisi ruangan di depan lensa mata. Glukosa yang berlebihan akan berdifusi masuk ke dalam lensa, dan terjadilah peningkatan kadar glukosa dalam lensa mata.

Sebagian dari glukosa tersebut diubah oleh enzim aldosa reduktase menjadi sorbitol. Sorbitol tidak dapat berdifusi keluar dari lensa sehingga terakumulasi di dalam lensa, menyebabkan kekeruhan di dalam lensa dan terbentuklah katarak.

Sedangkan glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan kelainan saraf penglihatan yang diakibatkan meningkatnya tekanan dalam bola mata.

Di dalam bola mata terdapat cairan mata yang bening yang disebut sebagai akuos humor. Pada keadaan normal akuos humor (humor aqueous) ini diproduksi dan dikeluarkan secara seimbang.

Akuos humor diproduksi oleh badan siliar (ciliary body) yang selanjutnya akan mengalir dari bilik mata belakang (posterior chamber) kemudian melalui pupil masuk ke bilik mata depan dan selanjutnya menuju ke sudut iridokornealis (sudut antara iris dan kornea) masuk ke trabecular meshwork dan dikeluarkan melalui suatu saluran, yang disebut Canalis Schlemm.

Apabila terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan pengeluaran akuos humor maka tekanan bola mata akan meningkat. Peningkatan tekanan bola mata akan merusak saraf penglihatan.

Apabila lensa semakin cembung maka lensa akan mendorong iris ke arah depan, yang mempersempit celah antara lensa dan iris.

Selain itu juga mempersempit bahkan menutup sudut iridokornealis sehingga aliran akuos humor semakin tidak lancar.
Mekanisme lain, karena terbentuknya pembuluh darah baru pada iris sebagai akibat perluasan pembuluh darah baru dari retina ke arah anterior.

Pembuluh darah baru pada iris ini dapat mempersempit sudut tempat keluarnya akuos humor, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan dalam bola mata dan terjadilah glaukoma.
Retinopati Mata, organ dengan banyak pembuluh darah mikro yang dapat dilihat langsung lewat pupil melalui pemeriksaan funduskopi yaitu dengan melihat pembuluh darah yang terdapat pada permukaan retina.

Dalam kepustakaan dikatakan bahwa kelainan pembuluh darah pada retina mata dapat menjadi petunjuk mengenai perubahan patologis pembuluh darah yang terjadi di dalam tubuh, termasuk diantaranya adalah komplikasi pada pembuluh darah akibat DM yang disebut sebagai retinopati diabetika.

Retinopati diabetika merupakan komplikasi kronis pada mata penderita DM dan merupakan komplikasi utama yang mengancam mata, karena menyebabkan kebutaan permanen.

Dari berbagai penelitian dikatakan bahwa sebanyak 80% akan mengalami retinopati diabetika setelah lebih kurang 15-20 tahun mengidap diabetes mellitus.

Penelitian oleh ”Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy” (WESDR) menunjukkan ancaman kebutaan meningkat seiring dengan tingkat keparahan retinopati diabetika.

Pada penderita DM yang terdiagnosa sebelum usia 30 tahun, 3%-nya akan mengalami kebutaan dalam tempo 15ñ19 tahun kemudian.

Sedangkan pada penderita DM berusia di atas 65 tahun, 14% (pada laki-laki) dan sebanyak 20% (pada wanita) akan mengalami kebutaan.

Retinopati diabetika dibedakan menjadi non proliferatif dan proliferatif.

Hiperglikemi yang terjadi pada DM lambat laun akan menyebabkan gangguan pada dinding pembuluh darah, baik makro ataupun mikro, termasuk pembuluh darah pada retina mata. Kerusakan pembuluh darah ini disebabkan karena berbagai proses biokimia yang rumit.

Akumulasi sorbitol yang berlebihan menyebabkan sel perisit pada kapiler melemah menyebabkan terbentuknya mikroaneurisma, yaitu suatu penonjolan dinding kapiler ke arah luar.

Mikroaneurisma inilah tanda awal dari retinopati diabetika. Pembuluh darah vena akan menjadi lebih berkelok dan lebar diameternya.

Lebih lanjut mikroaneurisma akan memicu peningkatan permeabilitas pembuluh darah, keluarlah komponen darah dan lemak menyebabkan pembengkakan (edema) pada lapisan retina.

Apabila mikroaneurisma ruptur (pecah) akan menyebabkan perdarahan pada retina. Gambaran retina seperti tersebut di atas disebut sebagai retinopati diabetika non proliferatif.

Mikroaneurisma dan pembuluh darah yang melebar serta berkelok-kelok ini semakin mengganggu suplai nutrisi dan oksigen pada jaringan retina.

Apabila keadaan ini terus berlanjut maka retina menjadi semakin kekurangan oksigen (hipoksia). Keadaan hipoksia memicu terbentuknya vascular endothelial growth factor (VEGF), yang selanjutnya akan memicu munculnya pembuluh darah baru.

Lapisan dinding pembuluh darah baru tidak sempurna seperti pembuluh darah normal sehingga lebih rapuh dan lebih mudah terjadi perdarahan.

Retinopati diabetika yang telah terbentuk pembuluh darah baru disebut sebagai retinopati diabetika proliferatif, yang sangat potensial menyebabkan kebutaan permanen.

Bila penyakit terus berkembang pembuluh darah baru dapat meluas dan seiring dengan itu muncul jaringan ikat abnormal pada retina yang salah satu atau keduanya akan menyebabkan komplikasi lebih lanjut seperti lepasnya lapisan retina dari dasarnya (ablasio retina) atau glaukoma neovaskular.

Diabetes mellitus merupakan suatu problem kesehatan masyarakat yang dapat dicegah atau dihambat timbulnya. Komplikasi karena DM, termasuk dalam hal ini adalah menurunnya fungsi penglihatan bahkan kebutaan; menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang, ketergantungan sosial dan ekonomi.

Disamping pemeriksaan kesehatan berkala yang tertib dan teratur, sangat diperlukan upaya dari penderita, keluarga dan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya masing-masing dengan menghindari setidaknya meminimalkan faktor risiko DM dengan menerapkan pola hidup sehat.

Penelitian menunjukkan bahwa obesitas, merokok, kurang aktivitas fisik/olah raga serta pola makan seperti di negara barat (contoh: banyak daging merah, kentang goreng, produk susu berlemak tinggi, padi-padian yang diproses terlalu bersih) merupakan faktor risiko terjadinya DM.(13)

dr Swasty SpM, Dosen Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus)

0 comments

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

 

Followers